Wibowo, Bambang Rimalio Suryo (2015) BENTUK PERTANGGUNGJAWABAN NEGARA TERHADAP PENYADAPAN SARANA KOMUNIKASI (STUDI KASUS INDONESIA - AUSTRALIA). Other thesis, UNIKA SOEGIJAPRANATA SEMARANG.
|
Text (COVER)
13.20.0107 Bambang Rimalio COVER.pdf Download (852kB) | Preview |
|
Text (BAB 1)
13.20.0107 Bambang Rimalio BAB I.pdf Restricted to Registered users only Download (453kB) |
||
Text (BAB 2)
13.20.0107 Bambang Rimalio BAB II.pdf Restricted to Registered users only Download (552kB) |
||
Text (BAB 3)
13.20.0107 Bambang Rimalio BAB III.pdf Restricted to Registered users only Download (575kB) |
||
Text (BAB 4)
13.20.0107 Bambang Rimalio BAB IV.pdf Restricted to Registered users only Download (248kB) |
||
|
Text (DAFTAR PUSTAKA)
13.20.0107 Bambang Rimalio DAFTAR PUSTAKA.pdf Download (376kB) | Preview |
|
|
Text (LAMPIRAN)
13.20.0107 Bambang Rimalio LAMPIRAN.pdf Download (1MB) | Preview |
Abstract
Penelitian hukum yang berjudul: “Bentuk Pertanggungjawaban Negara Terhadap Penyadapan Sarana Komunikasi (Studi Kasus Indonesia – Australia)” yaitu berdasarkan latar belakang isu (permasalahan) hukum bahwa telepon seluler Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Ibu Negara Ani Yudhoyono serta beberapa tokoh Indonesia seperti menteri – menteri disadap oleh Agen Intelijen Australia yaitu Defense Signal Directorate (DSD). Fakta disadapnya alat komunikasi telepon genggam (handphone) tokoh – tokoh penting Indonesia diketahui setelah peristiwa terbongkarnya dokumen rahasia Defense Signal Directorate (DSD). Informasi yang diungkap berasal dari Whistleblower Edward Joseph Snowden yang merupakan mantan kontraktor National Security Agency (NSA) dan anggota Central Intelligence Agency (CIA). Dokumen yang diungkapkan tersebut berisi tentang perintah dan skema srategik penyadapan yang dilakukan oleh DSD bersama jaringan kerjasama intelijen yang disebut FIVE EYES. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik pendekatannya yuridis sosiologis dan spesifikasi penelitiannya deskriptif analitis. Objek dari penelitian ini adalah ketentuan– ketentuan hukum internasional beserta bentuk-bentuk pertanggungjawaban negara berkaitan dengan penyadapan sarana komunikasi yang mengacu pada studi kasus Indonesia-Australia. Pengumpulan data yang digunakan bersifat sekunder berasal dari bahan primer dan bahan sekunder, dengan teknik wawancara dan studi kepustakaan untuk mendapatkan data-data tersebut. Aturan mengenai sah atau tidaknya penyadapan secara variatif dipahami sesuai interpretasi dari kepentingan yang ada. Sepakat dengan pendapat Bapak Marty Natalegawa bahwa perspektif penyadapan adalah melanggar setiap kesopanan, secara moral dan etika pada instrumen hukum; nasional di Indonesia, nasional di Australia, serta secara Internasional. Kasus Penyadapan ini mengacu pada Hukum Internasional, dan tidak ada ketentuan khusus mengenai penyadapan antar negara. Penerapan ketentuan yang dilanggar yaitu: Konvensi Wina 1961 tentang Hubungan Diplomatik telah melanggar prinsip etika bertetangga negara, tindakan yang tidak bersahabat, serta tidak menghormati negara penerima dan mencampuri urusan dalam negeri Indonesia; Lombok Treaty 2006 juga dilanggar dengan tidak menghormati kedaulatan dan mencampuri (interference) urusan dalam negeri Indonesia. Mengacu tempat terjadinya tindak penyadapan, terjadi di Kedutaan Besar Australia yang berada di Jakarta. Oleh karena itu penyelesaian sengketa yang dipilih secara damai melalui jalur politik. Jalur politik melalui cara diplomatik yang di lakukan dengan negosiasi setelah melewati beberapa tahap.Terkait bentuk-bentuk pertanggungjawaban Australia atas penyadapan yaitu: permintaan maaf, membuat kesepakatan baru untuk tidak saling menyadap dan melanjutkan kerjasama yang telah ada. Kesimpulannya dengan dibuatn perjanjian yang disebut Lombok Treaty 2014, berjudul “Joint Understanding Code of Conduct Between The Repbulic Of Indonesia and Australia in Implementation of The Agreement Between The Republic of Indonesia and Australia on The Framework for Security Cooperation (The Lombok Treaty)” mengenai kesepakatan untuk tidak saling menyadap satu sama lain dan menguatkan perjanjian sebelumnya yaitu Lombok Treaty 2006 dan untuk melanjutkan kembali kerjasama antara Indonesia dan Australia.
Item Type: | Thesis (Other) |
---|---|
Subjects: | 300 Social Sciences > 340 Law |
Divisions: | Faculty of Law and Communication |
Depositing User: | Mr Agung Tri Hartadi |
Date Deposited: | 07 Jan 2016 04:22 |
Last Modified: | 07 Jan 2016 04:22 |
URI: | http://repository.unika.ac.id/id/eprint/7238 |
Actions (login required)
View Item |