MARLINA P., NORITA (2004) ANALISIS ECONOMIC VALUE ADDED SEBELUM DAN SESUDAH MERGER (STUDI KASUS PT BANK DANAMON INDONESIA TBK). Other thesis, Fakultas Ekonomi Universitas Katolik Soegijapranata.
|
Text (COVER)
98.60.0544 Norita Marlina P COVER.pdf Download (143kB) | Preview |
|
Text (BAB I)
98.60.0544 Norita Marlina P BAB I.pdf Restricted to Registered users only Download (104kB) |
||
Text (BAB II)
98.60.0544 Norita Marlina P BAB II.pdf Restricted to Registered users only Download (152kB) |
||
Text (BAB III)
98.60.0544 Norita Marlina P BAB III.pdf Restricted to Registered users only Download (94kB) |
||
Text (BAB IV)
98.60.0544 Norita Marlina P BAB IV.pdf Restricted to Registered users only Download (83kB) |
||
Text (BAB V)
98.60.0544 Norita Marlina P BAB V.pdf Restricted to Registered users only Download (57kB) |
||
|
Text (DAFTAR PUSTAKA)
98.60.0544 Norita Marlina P DAFTAR PUSTAKA.pdf Download (64kB) | Preview |
|
|
Text (LAMPIRAN)
98.60.0544 Norita Marlina P LAMPIRAN.pdf Download (119kB) | Preview |
Abstract
Tahun 1997 ditandai dengan berbagai gejolak perubahan yang membawa dampak cukup fundamental terhadap negara Indonesia, terutama disektor moneter. Terpuruknya sector moneter di Indonesia, membawa pengaruh yang besar terhadap sektor perbankan, dan harus diakui bahwa selama ini sector perbankan merupakan salah satu industri yang paling banyak dibatasi peraturan (most regulated industry) di Indonesia, berbagai paket regulasi maupun deregulasi telah dikeluarkan oleh pemerintah terutama Bank Indonesia. Akan tetapi keadaan yang ‘overbanked’ pada akhirnya hanya mengintensifikasikan kompetisi yang tidak sehat dan kurang efisien diantara sesama perbankan. Dalam krisis moneter itu, hal yang paling kritikal terlihat pada perkembangan bank swasta. Ketatnya likuiditas dan fluktuasi rupiah terhadap US dolar yang tak terkendali membuat bank-bank swasta semakin terpuruk. Keadaan ini semakin memburuk setelah diumumkannya pencabutan ijin operasional (likuidasi) 16 bank yang berdampak pada menurunnya simpanan dana dalam rupiah maupun valas dan berikut aksi rush yang dilakukan oleh masyarakat. Salah satu bank swasta yang juga terkena imbas krisis moneter adalah Bank Danamon, selama krisis keuangan pada tahun 1997, perusahaan mengalami solvabel likuiditas dan diambil alih oleh pemerintah Indonesia pada april 1998, dan menempatkannya dalam pengawasan Badan Penyehatan Perbankan Nasional Indonesia (BPPN) untuk disertakan dalam program rekapitalisasi dan merger. Melalui program rekapitalisasi dan merger, pada 30 desember 1999 bank Danamon melakukan merger dengan Bank PDFCI, dan pada 30 juni 2000 merger dengan delapan bank swasta lainnya yaitu: Bank Jaya, Bank Tiara Asia, Bank Pos Nusantara, Bank Rama, Bank Tamara, Bank Nusa Nasional, Bank Duta, dan Bank Risjad Salim Internasional. Merger sendiri adalah salah satu alternatif perluasan usaha (business expansion) secara eksternal berupa penggabungan usaha (business combination). Didalam APB (Accounting Principles Board) Opinion no.16 menyatakan bahwa penggabungan usaha terjadi jika satu badan usaha atau lebih badan usaha yang lain melakukan usaha secara bersama-sama dalam satu kesatuan akuntansi. Dalam akuntansi dikenal tiga macam bentuk penggabungan usaha yaitu konsolidasi, merger dan akuisisi. Dengan bergabung dua atau lebih perusahaan menjadi lebih mungkin untuk saling menunjang kegiatan usaha, sehingga keuntungan yang akan diperoleh juga lebih besar dibandingkan jika mereka melakukan usaha sendiri-sendiri. Menurut Rusli (1992), terdapat lima macam alasan suatu perusahaan melakukan merger. Yaitu: (1) keinginan untuk mengurangi kompetisi antar perusahaan, (2)untuk memanfaatkan kekuatan pasar yang belum sepenuhnya terbentuk, (3) untuk mencapai skala ekonomi tertentu sehingga dapat menjadi lowest cost producer, (4) untuk memperoleh sumber bahan baku yang murah (dari hulu ke hilir) dan (5) untuk mendapatkan akses pasar atau dana yang relatif murah karena kapasitas hutang yang semakin besar serta kemampuan baik dalam hal teknologi maupun manajerial. Dalam melakukan investasi, pelaporan keuangan perusahaan merupakan sumber informasi yang utama untuk penilaian prospek investasi. Dari pelaporan keuangan tersebut para investor dapat memahami kondisi kinerja perusahaan atau emiten. Informasi kinerja tersebut dapat diperoleh dengan cara melakukan pengukuran pengukuran kinerja. Kinerja perusahaan merupakan hasil kerja suatu perusahaan yang berasal dari kegiatan ekonomi perusahaan selama periode tertentu. Penilaian atas kinerja suatau perusahaan biasanya dilakukan oleh para investor yang rasional sebelum melakukan investasi. Menurut Mulyadi (1993: 419) pengukuran kinerja adalah penentuan xiii secara periodik efektivitas operasional suatu organisasi, bagan organisasi, dan karyawannya berdasarkan sasaran, standar dan kriteria lain yang telah ditetapkan sebelumnya. Pengukuran secara periodik efektivitas operasional suatu organisasi, bagan organisasi, dan karyawannya berdasarkan sasaran, standar dan kriteria lain yang telah ditetapkan sebelumnya. Pengukuran kinerja merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi perusahaan, antara lain digunakan untuk menilai keberhasilan perusahaan dan juga dapat digunakan sebagai dasar untuk menyusun system imbalan dari perusahaan. Pengukuran kinerja dapat mempengaruhi perilaku pengambilan keputusan. Pengukuran kinerja yang digunakan di Indonesia saat ini pada umumnya dilakukan dengan berbagai metode antara lain: ROI, ROE, ROA, maupun EPS. Pemilihan alat ukur menjadi sangat penting karena alat ukur tersebut dapat mempengaruhi berbagai kebijakan manajemen. Manajemen akan berusaha mencapai kinerja yang baik antara lain di tunjukkan dengan tingginya rasio alat ukur tersebut. Manajer yang berhasil mencapai tingkat keuntungan atau ROI yang tinggi misalnya, akan dianggap berhasil dan akan diberikan imbalan yang memuaskan, demikian pula dengan alat ukuran yang lain. Pengukuran kinerja dengan metode ROI, ROE, ROA, maupun EPS belum memperhitungkan adanya biaya modal atas ekuitas sehingga sulit untuk menentukan apakah suatu perusahaan telah menciptakan “nilai tambah” atau belum. Untuk mengatasi hal tersebut selama beberapa tahun terakhir ini dalam penilaian kinerja keuangan suatu perusahaan telah berkembang suatu pendekatan yang dikenal dengan Economic Value Added (EVA) atau dalam bahasa indonesianya adalah Nilai Tambah Ekonomis (NITAMI). EVA membuat perusahaan lebih memfokuskan pada penciptaan nilai perusahaan (creating a Firm Value), berbeda dengan pengukuran kinerja akuntansi yang masih tradisional yang belum memasukkan biaya modal. EVA mengukur nilai tambah yang dihasilkan suatu perusahaan dengan cara mengurangi biaya modal (cost of capital) yang timbul sebagai akibat investasi yang dilakukan. EVA pertama kali dipopulerkan oleh Stern & Steward’s Management Service dari Amerika serikat pada tahun 1991. EVA sebagai alternatif pengukur kinerja perusahaan menawarkan keuntungan bagi manjer juga bagi investor. Bagi manajer EVA dapat digunakan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan dan untuk mengukur value yang dihasilkan dalam operasi bisnis. Sedangkan bagi investor, EVA dapat digunakan untuk memprediksi prestasi manajer dalam mengelola perusahaan sekaligus sebagai alat untuk melihat saham mana yang akan mendatangkan keuntungan atau memiliki prospek yang bagus . Bank Danamon yang berhasil bertahan dalam krisis yang terjadi dengan melakukan penggabungan usaha yaitu merger telah melakukan pengukuran kinerja keuangan dengan menggunakan metode atau analisis rasio-rasio keuangan yang meliputi Return On Asset (ROA), Return on Equity(ROE) dan Earning per share (EPS). Akan tetapi didalam melakukan pengukuran kinerja keuangan tersebut belum memperhitungkan biaya modal sendiri (cost of capital) sehingga sulit untuk mengetahui apakah perusahaan sudah menciptakan nilai tambah bagi investor atau belum. Alasan inilah yang mendorong penulis untuk mengangkat topik tersebut, dan berusaha mengetahui bagaiman kinerja keuangan Bank Danamon, apabila dianalisis dengan menggunakan metode EVA. Penelitian ini menggunakan data PT Bank Danamon Indonesia Tbk yang melakukan penggabungan usaha dengan sembilan bank lainnya, yang telah mencantumkan rasio-rasio keuangan dalam laporan keuangannya namun belum mencantumkan apakah perusahaan memberikan nilai tambah atau tidak. Periode pengamatan yang digunakan adalah tahun 1998-1999 dan tahun 2001-2002. Hasilnya diketahui bahwa Bank Danamon memberikan nilai tambah yang lebih baik sesudah melakukan merger.
Item Type: | Thesis (Other) |
---|---|
Subjects: | 600 Technology (Applied sciences) > 650 Management > Business Performance |
Divisions: | Faculty of Economics and Business > Department of Accounting |
Depositing User: | Mrs Christiana Sundari |
Date Deposited: | 04 May 2017 02:32 |
Last Modified: | 04 May 2017 02:32 |
URI: | http://repository.unika.ac.id/id/eprint/13917 |
Actions (login required)
View Item |